Trenginas : Rupiah trengginas melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu, penguatannya tercatat nyaris 1% ke Rp 14.435/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 27 April lalu. Selain itu, kinerja rupiah tersebut menjadi penguatan mingguan terbesar sepanjang 2022.
Inflasi di Indonesia yang melandai memberikan sentimen positif ke rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan inflasi inti bulan Mei melambat menjadi 2,58% year-on-year (yoy), dari bulan sebelumnya 2,6% (yoy).
Inflasi inti merupakan acuan Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter, dengan mulai melandai maka tekanan untuk menaikkan suku bunga juga tidak besar. Dengan suku bunga acuan di tahan di rekor terendah 3,5%, tentunya akan membantu pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut tentunya menjadi sentimen positif bagi rupiah, sebab meski bank sentral AS (The Fed) agresif menaikkan suku bunga, tetapi perekonomiannya malah terancam mengalami resesi.
Dengan momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih bisa dipertahankan, aliran modal tentunya berpeluang masuk lagi ke dalam negeri, rupiah bisa jadi bertenaga.Secara teknikal rupiah memulai tren penguatan setelah menyentuh resisten kuat di kisaran Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8% 19 Mei lalu.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun dan sudah masuk wilayah oversold.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang mencapai wilayah oversold tentunya berisiko membuat rupiah melemah. Resisten terdekat berada di kisaran 14.470/US$ sampai Rp 14.480/US$. Jika ditembus rupiah berisiko melemah Rp 14.450/US$ sampai Rp 14.480/US$ di pekan ini.
Sementara jika mampu menembus dan bertahan di bawah MA 100, rupiah berpeluang menguat ke 14.360/US$ hingga Rp 14.330/US$.
Waspada ‘Banjir Kiriman’ dari Amerika
Pasar keuangan Indonesia berhasil menguat pada perdagangan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi, bahkan lumayan tajam.
Minggu lalu, IHSG naik 2,23% secara point-to-point. Ini membuat IHSG menguat selama tiga pekan beruntun. Pada perdagangan akhir pekan, IHSG finis di 7.182,96, tertinggi sejak 28 April.
Pekan lalu, perdagangan berlangsung lebih semarak ketimbang pekan sebelumnya. Volume perdagangan saham melibatkan 110,85 miliar unit, berbanding 80,15 miliar unit.
Sementara frekuensi perdagangan saham tercatat 6,19 juta kali, berbanding 5,61 juta kali. Nilai perdagangan adalah Rp 89,58 triliun, berbanding 61,55 triliun.
Di pasar obligasi pemerintah, Bank Indonesia (BI) melaporkan terjadi net buy oleh investor asing sebesar Rp 5,94 triliun. Dengan demikian, investor asing memborong aset-aset di pasar keuangan Tanah Air lebih dari Rp 10 triliun sepanjang pekan lalu.
Derasnya arus modal asing tersebut menjadi ‘obat kuat’ bagi rupiah. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), mata uang Nusantara menguat 0,96% secara point-to-point di perdagangan pasar spot.
Rupiah kini mampu menguat dua pekan beruntun melawan greenback. Pekan sebelumnya, rupiah menguat 0,51%.
Sepanjang minggu lalu, investor asing membukukan beli bersih (net buy) senilai Rp 4,75 triliun. Jauh lebih baik ketimbang pekan sebelumnya yaitu net buy Rp 1,61 triliun.